Tugas Makalah:
“ PENGENALAN
ULUMUL HADIS ( PENGERTIAN
ULUMUL HADIS,
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
ULUMUL HADIS,
DAN CABANG-CABANG ILMU HADIS )”
Makalah Ini Di Susun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Ulumul Hadis Yang Di Ampuh Oleh Ibu Siti Syakirah Abu Nawas
Oleh
Kelompok 2 :
1.
Wa Arliani
2.
Achmad Mubasyir
3.
Nur Sahida
4.
Sri Israhmawati
5.
Irmawati
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN ( FTIK ) JURUSAN PGMI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KENDARI
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Salawat dan Salam penulis
haturkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW sebagai rasul penuntun
umat islam, yang mana kita masih yakini bahwa agama islam itu adalah
satu-satunya agama yang benar dan diridhai oleh Allah SWT.
Dalam penyusunan
makalah yang berjudul “ PENGENALAN ULUMUL HADIS ( PENGERTIAN ULUMUL HADIS,
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ULUMUL
HADIS, DAN CABANG-CABANG ILMU HADIS )” ini,
tak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah
ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan sehingga penulis berharap
dari semua pihak pembaca senantiasa memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun, sehingga kedepannya akan menjadi lebih baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat kepada penulis
khususnya dan pembaca pada umunnya.
Penyusun
Kendari,
…, November 2015
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C.
Tujuan............................................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ulumul hadis.................................................................................................... 2
B.
Sejarah perkembangan dan pertumbuhan
ulumul hadis.................................................... 5
C.
Cabang-cabang ulumul hadis............................................................................................ 13
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................................................... 18
B.
Saran................................................................................................................................. 19
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................................. iv
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada masa permulaan Islam, umat Islam belum mengenal adanya
ulumul hadits atau ilmu hadits. Hal ini mungkin dikarenakan fokus perhatian
umat Islam pada waktu itu masih terpecah antar dakwah, jihad dan pendalaman
Al-Qur’an, sehingga perhatian terhadap hadits walaupun sudah cukup intens namun
belum segencar pada masa-masa berikutnya.
Sepeninggalnya nabi, terutama setelah bermunculan
hadits-hadits palsu barulah perhatian umat Islam terhadap nadist nabi meningkat
pesat. Ini ditandai dengan munculnya beberapa ulama yang mulai melakukan
penghimpunan hadits serta mulai merintis ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
hadits. Ilmu ini kemudian terus berkembang dari masa ke masa sampai zaman
sekarang.
Pengertian atau pemahaman hadis
sangat diperlukan untuk melihat kapan ilmu hadis itu mulai tumbuh dan sejak
kapan ilmu hadis itu mengalami perkembangan. Benih-benih ilmu hadis telah
tumbuh sejak zaman Rasulullah saw sejalan dengan diwurudkannya. Hal ini dapat
dilihat bagaiman para sahabat dapat melihat adanya kedustaan yang disampaikan
oleh seseorang yang mengatasnamakan rasul saw.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa pengertian Ilmu Hadits?
2.
Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan Ilmu Hadits?
3.
Apa saja cabang-cabang Ilmu Hadits?
C.
Tujuan
Ada dua tujuan kami dalam menulis
makalah ini yaitu pertama untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hadits, yang
kedua yaitu untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita semua tentang pengertian
Ilmu Hadits, sejarah perkembangan dan pertumbuhannya, dan cabang-cabang ilmu
hadis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ILMU HADIS
Kata
“ ilmu hadis “ merupakan kata serapan dari bahasa arab, yaitu “ilmu al-hadist “
yang terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis. Jika mengacu pada pengertian
hadis, kata ilmu hadis berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas
tentang segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw baik berupa perkataan
, perbuatan, taqrir, maupun lainnya. Maka segala ilmu yang membicarakan masalah
hadis pada berbagai aspeknya, berarti termasuk ilmu hadis. Secara terminologis,
ulama mutaqaddimin merumuskan pengertian ilmiu hadis sebagai :
Ilmu
pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis yang yang
sampai kepada rasulullah saw dari segi hal ihwal para perawinya, yang
menyangkut kedabitan dan keadilannya, dan dari bersambung dan terputusnya
sanad, dan sebagainya.
Izz
ad –Di bin Jama’ah mengatakan bahwa ilmu hadis adalah ilmu tentang
ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad dan
matan hadis.
Para
ulama muta’akhirin membagi ilmu hadis menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut
:
1.
Ilmu
hadis riwayah
a. Pengertian ilmu hadis riwayah
Kata
riwayah, artinya periwayatan atau cerita. Jadi, ilmu hadis riwayah artinya ilmu
hadis berupa periwayatan. Secara terminologis, ilmu hadis riwayah adalah
ilmu yang menukilkan segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya. Begitu juga yang
menukilkan segala yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.
Ibn
al-Akfani mengatakan bahwa ilmu hadis riwayah adalah ilmu pengetahuan yang
mencakup perkataan dan perbuatan nabi Muhammad saw, periwayatannya,
pemeliharaannya, dan penulisannya atau
pembukuan lafazh-lafazhnya.
Dengan
beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ilmu hadis riwayah
adalah ilmu penegtahuan yang membahas tentang ilmu hadis itu sendiri.
b.
Objek
dan signifikasinya
Yang
menjadi objek ilmu hadis riwayah adalah bagaimana cara menerima hadis,
menyampaikan hadis kepada orang lain, memindahkan dan mentadwinkan hadis. Dalam
menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebutkan apa adanya, baik yang
berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan hadis dari
sudut kualitasnya, seperti tentang ‘adalah ( keadilan ) sanad, syadz (
kejanggalan ), dan illat ( kecacatan ) matan.
Adapun
kegunaan atau signifikasi hadis riwayah adalah untuk menghindari adanya
penukilan yang salah dari sumbernya, yaitu nabi Muhammad saw. Karena berita
yang beredar pada umat islam bukan hanya hadis, melainkan juga ada
berita-berita lain, yang lain.
2.
Ilmu
hadis dirayah
a. Pengertian ilmu hadis dirayah
Istialh ilmu hadis dirayah atau disebut
juga ilmu dirayah al-hadist menurut as-suyuti, muncul setelah masa al-khatib
al-bagdadi yaitu masa ibn al-Akfani. Ilmu ini di kenal juga dengan istilah
ushul al-hadist, ‘ulum al-hadits, musthalah al-hadits, dan qawa’ida at-tahdits.
Bahkan ada yang menyebutnya dengan ilmu musthalah ahli atsar, seperti dikatakan
oleh ibnu hajar al-asqalani.
Secara terminologis, ilmu hadis dirayah
sebagaimana didefinisikan oleh Muhammad mahfuzh at-tirmidzi, ialah :
Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan.
Yang terkandung dalam pengertian diatas
adalah segala ketentuan, baik yang berkaitan dengan kualitas kesahihannya (
shahih, hasan, dan dhaif-nya ), sandarannya ( marfu’, mauquuf, dan
maqtthu’nya), cara menerima dan
meriwatkannya( kaifiyah at-tahammul wa al-ada’ ), maupun sifat-sifat perawi,
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan itu.
Menurut ibnu al-akfani, ilmu hadis
dirayah adalah ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan,
syarat-syarat, macam-macam dan hokum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan
para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan dan
segala yang berkaitan dengannya.
Haqiqah ar-riwayah ( hakikat periwayatan
), artinya penukilan hadis dan penyandaran kepada sumber hadis atau sumber
berita itu sendiri yaitu nabi Muhammad saw; syarat-syarat periwayatan adalah
penerimaan perawi terhadap hadis yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam
cara penerimaan dan penyampaiannya, seperti melalui as-sima’ ( pendengaran ),
al-qira’ah ( pembacaan ), al-wasiyah ( berwasiat ), al-ijazah ( pemberian izin
dari perawainya ).
Macam-macam periwayatan adalah
membicarakan sekitar bersabung dan terputusnya periwayatan dan lain-lain.
Hokum- hokum periwayatan adalah
pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadis. Keadaan perawi adalah
pembiacaraan sekitar keadilan kecatatan para perawi dan syarat-syarat mereka
dalam menerima dan meriwayatkan hadis. Macam-macam hadis yang diriwayatkan
meliputi hadis-hadis yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tashnif, kitab tasnid, dan kitab mu’jam.
Secara singkat ilmu hadis dirayah
merupakan kumpulan kaidah untuk mengetahui atau mengkaji permasalahan sanad
(rawi) dan matan (marwi) yang berkaitan dengan kualitasnya.
b. Objek dan signifikasinya
Dengan
pengertian diatas, bahan objek ilmu ini adalah sanad / rawi dan matan/ marwi
dari sudut diterima ( maqbul ) atau ditolaknya ( mardud-nya ) suatu hadis. Dari
aspek sanadnya diteliti tentang keadilan dan kecacatannya, bagaimana mereka
menerima dan menyampaikan hadisnnya serta attshal as-sanad atau bersmbung
tidaknya antara sanad-sanad hadis tersebut. Sedang dari aspek matannya diteliti
tentang kejanggalan atau tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang
berkaitan dengannya.
Dengan
mempelajari ilmu hadis dirayah ini, banyak kegunaan yang diperoleh, antara lain:
a. Dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis
dan ilmu hadis dari masa kemasa sejak dari masa rasul saw sampai masa sekarang.
b. Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang
telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadis.
c. Dapat mengetahui kaidah-kaidah yang yang
dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hasil lebih lanjut.
d. Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan
kriteria-kriteria hadis sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hukum syara’.[1]
B.
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN ILMU HADIS
1.
Hadis pada masa rasul
a)
Cara rasulullah dalam menyampaikan hadis
Sebagai rasul,
Muhammad saw sangat berkepentingan dalam menyebarkan islam kepada umat manusia
sehingga hadis saw tersebar dengan sendirinya bersamaan dengan tersebarnya
tersiarnya ajaran islam. Hal tersebut sesuai dengan uraian Muhammad Ajjaj
al-khatib bahwa hadis telah tersebar bersamaan dengan al-qur’an pada masa awal
dakwah islam yakni saat pemeluk agam islam masih sedikit.
Periwayatan
hadis pada masa nabi lebih banyak berlangsung secara lisan dari pada tulisan
karena hadis nabi tidak selalu terjadi dihadapan sahabat nabi yang pandai
menulis. Selain itu, sahabat nabi yang pandai menulis sangat sedikit jumlahnya,
tetapi karena keinginan yang kuat dan di dukung oleh kekuatan daya hafal yang
dimiliki sehingga hal tersebut tidak
menjadi kendala bagi mereka.
Factor lain
yang turut menentukan penyebaran hadis dengan
cepat pada masa nabi adalah kebijaksanaan nabi mengutus para sahabat ke
berbagai daerah, baik untuk tugas khusus dakwah mapun untuk memangku jabatan.
Uraian tersebut
memberikan keterangan bahwa perkembangan hadis pada masa rasulullah saw
sekalipun cara periwayatannya masih lebih banyak yang bersifat lisan, tetapi
umat islam pada masa itu sangat antusias dalam mengetahui seluruh hadis
rasulullah. Masa ini oleh sebagian ulama di sebut dengan masa turunnya wahyu
dan pembentukan masyarakat islam.[2]
Ada beberapa cara rasulullah saw dalam
menyampaikan hadis kepada para sahabatnya diantaranya sebagai berikut :
Ø
Melalui
para jama’ah pada pusat pembinaannya yang disebut majelis al-‘ilmi.
Ø
Dalam
banyak kesempatan rasul, juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat
tertentu yang kemudian disampaikannya kepada orang lain.
Ø
Cara
lain yang dilakukan rasulullah adalah melalui ceramah atau pidato ditempat
terbuka seperti ketika haji wada’ dan futuh
makkah.[3]
b) Perbedaan para sahabat dalam menguasai hadis
Di antara para sahabat
tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadisnya. Ada yang memiliki hadis lebih
banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini tergantung pada beberapa hal
yaitu sebagai berikut :
v
Perbedaam
mereka dalam soal kesempatan bersama rasulullah saw.
v
Perbedaan
mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain.
v
Perbedaan
mereka karena berbedanya waktu masuk islam dan jarak tempat tinggal dari masjid
rasulullah saw.
Ada beberapa orang sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang
banyak menerima hadis dari rasulullah dengang beberapa penyebabnya. Mereka itu
antara lain sebagai berikut :
1)
Para
sahabat yang tergolong kelompok al-sabiqu al-awwalun ( yang mula-mula masuk
islam ), seperti abu bakar, umar ibn khattab, utsman bin affan, ali ibn abi
tahlib, dan ibn mas’ud. Mereka banyak menerima hadis dari rasul saw karema
lebih awal masuk islam dari sahabat-sahabat yang lain.
2)
Ummahat
al-mukminin ( istri-istri rasulullah saw ), seperti aisyah dan ummu salamah.
Mereka secara pribadi lebih dekat dengan rasul dari pada sahabat-sahabat lain.
Hadis-hadis yang diterimanya, banyak yang berkaitan dengan soal-soal keluarga
dan pergaulan suami istri.
3)
Para
sahabat yang disamping selalu dekat
dengan rasulullah saw juga menuliskan hadis-hadis yang diterimanya,
seperti Abdullah amr ibn al-ash.
4)
Sahabat
yang meskipun tidak lama bersama rasulullah, akan tetapi banyak bertanya kepada
para sahabat lain dengan sungguh-sungguh seperti abu hurairah.
5)
Para
sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti majelis rasul saw, banyak
bertanya kepada para sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih
lama dari wafatnya rasulullah saw, seperti
abdullah ibn umar, anas ibn malik dan abdullah ibn abbas.
c)
Menghafal dan menulis hadis
Ø
Menghafal hadis
Untuk
memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan al-Qur’an dan hadis, sebagai
sumber ajaran islam, rasulullah menempu jalan yang berbeda. Terhadap al-Qur’an
ia secara resmi mengistruksikan kepada sahabat supaya ditulis selain dihafal.
Sedangkan terhadap hadis ia hanya menyuruh menghafalnya dan melarang menulisnya
secara resmi.
Dalam
hal ini ia bersabda : jangalah kalian tulis apa saja dariku selain al-qur’an. Barang siapa
telah menulis dariku selain al-qur’an, hendaklah dihapus. Ceritakan apa saja
yang diterima dariku, ini tidak mengapa. Barang siapa berdusta atas namaku
dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka. ( H. R. Muslim ).
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi
kepada para sahabat dalam kegiatan menghafal hadis ini antara lain :
1. Karena
kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa arab yang telah diwarisinya sejak
praislam dan mereka terkenal kuat hafalnnya.
2. Rasulullah
Saw banyak memberikan semangat melalui doa-doanya.
3. Seringkali
ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal hadist dan
menyampaikannya kepada orang lain.
Ø
Menulis hadis
Dibalik larangan Rasulullah saw seperti pada hadis abu
sa’id al-khudri di atas ternyata ditemukan sejumlah sahabat yang memiliki
catatan-catatan dan melakukan penulisan hadis dan memiliki catatan-catatannya
adalah sebagai berikut :
a. Abdullah ibn amr al-ash.
Ia memiliki catatan hadis yang menurut pengakuannya
dibenarkan oleh rasulullah saw, sehingga diberinya nama al-sahifah al-shadiqah.
Menurut suatu riwayat diceritakan, bahwa orang-orang quraisy mengkritik sikap
Abdullah ibn amr, karena sikapnya yang selalu menulis apa yang datang dari
rasul saw. Mereka berkata : Engkau tuliskan apa saja yang datang dari rasul,
padahal rasul itu manusia, yang bisa saja bicara dalam keadaan marah. Kritikan
ini disampaikan kepada rasulullah dan rasul pun langsung menjawabnya dengan
mengatakan :
“ tulislah ! demi zat yang diriku berada di
tangan-Nya, tidak ada yangkeluar daripadanya kecuali yang benar” . ( H.R.
Bukhari ).
Hadis-hadis
yang terhimpun dalam catatannya ini sekitar seribu hadis, yang menurut
pengakuannya di terima langsung dari
rasul saw ketika mereka berdua tanpa ada orang lain yang menemaninya.
b. Jabir ibn abdillah ibn amr al-anshari ( w.
78 H ). Ia memiliki catatan hadis dari rasul saw tentang manasik haji.
Hadis-hadisnya kemudian diriwayatkan oleh muslim. Catatannya ini dikenal dengan
sahifah jabir.
c. Abu hurairah al-dausi ( w. 59 H ). Ia
memiliki catatan hadis yang dikenal dengan al-sahifah al-sahihah. Hasil karyanya
ini dapat wariskan kepada anaknya yang bernama Hamman.
d. Abu syah ( umar ibn sa’ad al-anmari )
seorang penduduk yaman. Ia meminta kepada rasulullah saw dicatatkan hadis yang
disampaikannya ketika pidato pada peristiwa futuh mekah sehubungan dengan
terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh sahabat dari bani khuza’ah terhadap
salah seorang lelaki bani lais. Rasulullah saw bersabda : “ kalian tuliskan
untuk abu syah “.
Ø Mempertemukan
dua hadis yang bertentangan
Berdasarkan
pendapat para ulama maka dapat disimpulkan bahwa ada empat qaul yaitu sebagai
berikut :
1) Menurut sebagaian ulama bahwa hadis dari
abu hadis al-khudri bernilai mauquf. Oleh karena itu, tidak dapat dijadikan
hujjah. Menurut pendapat hajjaj
al-khatib, pendapat ini tidak dapat diterima karena hadis abu sa’id al-khudri
dan hadis-hadis yang semakna dengannya adalah shahih.
2) Ulama lain menyebutkan bahwa larangan
menulis hadis terjadi pada periode awal islam. Hal ini karena adanya
keterbatasan-keterbatasan tertentu. Maka pada saat umat islam sudah semakin bertambah dan tenaga yang
menulis hadis sudah memungkinkan, penulisan hadis menjadi diperbolehkan.
Menurut kelompok ini, hukum tentang larangan menulis hadis berubah menjadi
mubah. Mereka pada sisi lainnya memandang bahwa kemungkinan larangan penulisan
hadis dimaksud jika disatukan pada satu huruf dengan al-Qur’an.
3) Ada ulama yang memandang bahwa larangan
tersebut pada dasarnya bagi orang yang kuat hafalannya. Hal ini untuk
membiasakan diri melatih kekuatan hafalannya, dengan menghilangkan
ketergantungan kepada penulisan. Sedang izin penulisan diberikan kepada
orang-orang yang lemah hafalannya, seperti abu syah atau yang khawatir lupa
seperti Abdullah ibn amr ibn al-‘ash.
4) Ada juga ynag memandang bahwa larangan
tersebut dalam bentuk umum yang sasarannya masyarakat banyak. Akan tetapi untuk
orang-orang tertentuyang mempunyai keahlian menulis dan membaca yang tidak ada
kekhawatiran terjadinya kekeliruan dalam menulisnya, adalah diperbolehkan.
2.
Hadis Pada Masa Sahabat ( Masa Khulafa
Al-Rasyidin )
Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa
sahabat khususnya masa khulafa’ al-rasyidin ( abu bakar, umar ibn khattab,
usman ibn affan, dan ali ibn abi thalib )
yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengann 40 H. masa ini juga
disebut dengan masa sahabat besar.
Setelah rasulullah saw wafat, para sahabat betugas
sebagai penyambung lidah rasulullah saw. Unutk melaksanakan tugas tersebut,
mereka mengarahkan kemampuan manusiawinya dengan tetap memelihara peninggalan
beliau dari berbagai perubahan, karena sepeninggal beliau muncul berbagai
permasalahan yang memerlukan penangan yang serius.
Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih
terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran al-Qur’an, maka periwayatan hadis
belum begitu berkembang, dan kelihatannya mereka berusaha membatasinya. Oleh
karena itu, masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan
adanya pembatasan periwayatan ( al-tasabbut wa al-iqlal min al- riwayah ).
1) Menjaga
Pesan Rasulullah Saw
Pada masa menjelang akhir kerasulannya.
Rasulullah berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada al-Qur’an
dan hadis serta mengajarkannya kepada orang lain.
Pesan-pesan rasulullah sangat mendalam pengaruhnya
kepada para sahabat, sehingga segala perhatian yang tercurah semata-mata untuk
melaksanakan dan memelihara pesan-pesannya. Kecintaan mereka kepada rasul saw
dapat dibuktikan dengan melaksanakan segala yang dicontohkan.
2) Berhati-Hati
Dalam Meriwayatkan Dan Menerima Hadis
Kehati-hatian dan usaha membatasi
periwayatan yang dilakukan para sahabat disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan
yang padahal mereka sadari bahwa hadis merupakan sumber tasyri’ setelah
al-Qur’an yang harus terjaga dari kekeliruannya sebagaimana al-Qur’an.
Pada masa ini belum ada usaha secara resmi
untuk menghimpun hadis dalam suatu kitab, seperti halnya al-Qur’an. Hal ini
disebabkan agar tidak memalingkan perhatian atau kekhususan mereka ( umat islam
) dalam mempelajari al-Qur’an. Selain itu, para sahabat yang banyak menerima
hadis sudah tersebar keberbagai daerah kekuasaan islam, dengan kesibukannya
masing-masing sebagai Pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini
ada kesulitan mengumpulkan mereka secara lengkap. Pertimbangan lainnya bahwa
soal membukukan hadis dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan
pendapat.
3) Periwayatan
Hadis Dengan Lafazh Dan Makna
Pembatasan atau penyederhanaan periwayatan
hadis yang ditunjukan oleh para sahabat dengan sikap kehati-hatiannya tidak
berarti hadis-hadis rasul tidak diriwayatkan. Dalam batas-batas tertentu
hadis-hadis itu diriwayatkan khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan hidup
masyarakat sehari-harinya seperti dalam permasalahan ibadah dan muamalah.
Periwayatan tersebut dilakukan setelah diteliti secara ketat pembawa hadis
tersebut dan kebenaran isi matannya.
Ada dua jalan para sahabat dalam
meriwayatkan hadis dari rasulullah saw yaitu :
Ø Dengan jalan
periwayatan lafzhi ( redaksinya persis seperti yang disampaikan oleh rasul saw
)
Ø Dengan jalan
periwayatan maknawi ( maknanya saja ).
3.
Hadis Pada Masa Tabi’in
Ketika pemerintah dipegang oleh Bani
Umayah, wilayah kekuasaan islam sampai meliputi Mesir, Persis, Iraq, Afrika
Selatan, Samarkand dan Spanyol, disamping Medinah, Mekah, Basrah, Syam, dan
Khurasan. Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan islam, penyebaran
para sahabat kedaerah-daerah tersebut terus meningkat, sehingga masa ini
dikenal dengan masa menyebarnya
periwayatan hadis ( intisyar al-riwayah ila al-amsar ).
1. Pusat-Pusat
Pembinaan Hadis
Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam
periwayatan hadis sebagai tempat tujuan para tabi’an dalam mencari hadis.
Kota-kota tersebut adalah Madinah al-munawwarah, makkah al-mukarramah, Kufah,
basrah, syam, mesir, maghribi dan andalus, yaman dan khurasan. Dari sejumlah
para sahabat Pembina hadis pada kota-kota tersebut, ada beberapa orang
meriwayatkan hadis cukup banyak, antara lain : abu hurairah, Abdullah ibn umar,
anas ibn malik, aisyah, abdullah ibn abbas, jabir ibn abdillah, dan abi sa’id al-khudri.
2. Pergolakan Politik
Dan Pemalsuan Hadis
Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang jamal dan perang siff in, yaitu ketika kekuasaan di pegang oleh ali ibn abi thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok ( khawarij, syi’ah, mu’awiyah dan golongan mayoritas yang tidak masuk kedalam ketiga kelompok tersebut ).
Pergolakan politik tersebut cukup memberikan pengaruh
terhadap perkembangan hadis berikutnya. Pengaruh yang langsung dari sifat
negative ialah dengan munculnya hadis-hadis palsu ( maudhu’ ) untuk mendukung
kepentingan politiknya masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi
lawan-lawannya.
Adapun pengaruh yang bersifat positif
adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau
tadwin hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai
akibat dari pergolakan politik tersebut.
4.
Masa Tadwin Hadis
Secara bahasa tadwin diterjemahkan dengan kumpulan shahifah ( mujtama’
al-shuhuf ). Secara luas tadwin diartikan dengan al-jam’u ( mengumpulkan ). Menurut Al-Zahrani tadwin
adalah mengikat yang berserak-serakan kemudian mengumpulkannya menjadi satu
diwan atau kitab yang terdiri dari lembaran-lembaran.sementara yang dimaksud
dengan tadwin pada masa ini adalah pembukuan atau kodifikasi secara resmi yang
berdasakan perintah kepala Negara dengan melibatkan beberapa personil yang ahli
dibidangnya. Bukan yang dilakukan secara perseorangan atau untuk kepentingan
pribadi, seperti yang terjadi pada masa rasul saw.
Usaha ini dimulai pada masa penerintahan islam yang dipimpin oleh
khalifah umar ibn abdul aziz ( khalifah ke-8 dari kekhalifahan Bani Umayah ),
melalui intruksinya kepada para pejabat daerah agar memperhatikan dan
mengumpulkan hadis dari para penghafalnya.
1. Latar Belakang
Munculnya Pemikiran Usaha Tadwin Hadis
Ada dua hal pokok mengapa Umar ibn abdul
aziz mengambil sikap seperti ini yaitu :
a. Ia khawatir terhadap
hilangnya hadis-hadis dengan meninggalnya para ulama di medan perang.
b. Ia khawatir
akan tercampurnya hadis-hadis yang sahih dan hadis-hadis maudhu’.di pihak lain
bahwa dengan semakin meluasnya daerah
kekuasaan islam sementara kemampuan para tabi’in antara satu dengan yang
lainnya tidak sama, jelas sangat memerlukan adanya usaha kodifikasi ini.
2.
Gerakan Menulis Hadis Pada Kalangan Tabi’in
Dan Tabi’at Tabi’in Setelah Ibnu Syihab Az-Zuhri
Ada ulama ahli hadis yang berhasil menyusun kitab tadwin yang bisa
diwariskan kepada generasi sekarang yaitu malik ibnu anas ( w. 39-179 H. ) di
madinah dengan kitab hasil karyanya al-muwaththa. Kitab tersebut disusun pada
tahun 143 H atas permintaan khalifah al-Mansur. Para ulama menilain Muwaththa
ini sebagai kitab tadwin yang pertama dan banyak dijadikan rujukan oleh para
muhaddis selanjutnya.
Para pentadwin berikutnya adalah Muhamad Ibn Ishaq ( W. 151 H. ), dan
Ibn Abi Zi’bin ( 80-158 H ) di Madinah. Ibn Juraij ( 80-150 H ) di Makkah,
Al-Rabi’ Ibn Sabih ( W. 160 H. ), dan Ibn Salamah ( W. 176 H. ) di Basrah.
Sufyan At-Tsauri ( 97-161 H ) di Kufah. Al-Auza’i ( 88-157 H ) di Syam, Ma’mar
Ibn Rasyid ( 93-153 H. ) di Yaman, Ibn Al-Mubarrak ( 118-181 H ) di Khurasan,
Abdullah Ibn Al-Wahab ( 125-197 H ) di Mesir, dan Jarir Ibn Abdul Al-Hamid (
110-188 H ) di Rei.
5.
Masa Seleksi Dan Penyempurnaan Serta
Pengembangan System Penyusunan Kitab Hadis
1. Masa Penyaringan
Hadis
Masa seleksi atau penyaringan hadis terjadi ketika pemerintahan oleh
dinasti bani abbas, khususnya sejak masa al-makmun sampai dengan masa al-
muktadir ( sekitar tahun 201-300 H ).
Munculnya periode seleksi ini karena pada periode sebelumnya yakni
priode tadwin belum berhasil memisahkan beberapa hadis mauquf dan maqhtu’dari
hadis marfu’. Selain itu,juga belum bisa memisahkan beberapa hadis yang dhaif
dari yang sahih. Bahkan masih ada hadis yang maudhu’ tercampur pada yang sahih.
Berkat keuletan dan keseriusan
para ulama pada masa ini maka muncullah kitab-kitab hadis yang hanya
memuat hadis-hadis yang sahih. Kitab-kitab tersebut kemudian di kenal dengan
istilah kutub al-sittah ( kitab induk yang enam ). Secara lengkap kitab-kitab
tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :
a. Al-jami’ al-shahih susunan imam al-bukhari
b. Al-jami’ al-hahih susunan imam malik
c. Al-sunan susunan abu dawud
d. Al-sunan susunan at-tirmidzi
e. Al-sunan susunan an-nasa’i
f. Al-sunan susunan ibnu majah.
2. Masa Pengembangan
Dan Penyempurnaan System Penyusunan Kitab-Kitab Hadis
Penyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha
mengembangkan dengan beberapa variasi pentadwinan terhadap kitab-kitab yang
sudah ada. Diantara usaha itu adalah mengumpulkan isi kitab sahih bukhari dan
muslim seperti yang dilakukan oleh Muhammad ibnu abdillah al-jauzaqi dan ibn
al-furat ( w. 414 H. ).
Masa perkembangan hadis yang disebut terakhir ini terbentang cukup
panjang, dari mulai abad ke-4 H dan terus berlangsung beberapa abad berikutnya
sampai abad kontemporer. Dengan demikian masa perkembangan ini melewati dua
fase sejarah perkembangan islam yakni fase pertengahan dan fase modern.
C. CABANG-CABANG
ILMU HADIS
1.
Ilmu
rijal al-hadits
Secara bahasa, kata
rijal al-hadits, artinya orang-orang disekitar hadis. Secara terminologis, ilmu
rijal al-hadist adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadist dalam kapasitas
mereka sebagai perawi hadist.
Ulama yang pertama kali
memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu ini, ialah al-bukhari. ‘Izz
ad-din al-atsir atau yang lebih dikenal dengan sebutan ibn al-atsir ( 630 H ).
2.
Ilmu
al-jarh wa at-ta’dil
Ilmu
ini merupakan bagian dari ilmu rijal al-hadist. Secara bahasa kata al-jarh
artinya cacat atau luka, dan kata at-ta’dil artinya mengadilkan atau
menyamakan. Maka kata ilmu al-jarh wa at ta’dil, artinya ilmu tentang cacat dan
keadialan seseorang.
Secara
terminologis, ada ulama yang mendefinisikannya secara terpisah antara istilah
al-jarh dan at-ta’dil, dan ada yang secra bersama-sama. Para ahli hadis
mendefinisikan al-jarh dengan :Kecatatan para perawi hadist disebabkan oleh sesuatuyang dapat
merusak keadilan atau kedabitan perawi.
Menurut
definisi lain, disebutkan sebagai berikut : nampaknya suatu sifat pada seorang
perawi yang dapat merusak nilai keadilannya atau melemahkan nilai hafalan dan
ingatannya, yang karenanya gugurlah periwayatannya, atau ia dipandang lemah
serta bertolak.
Sedang
at-ta’dil, oleh ulama ahli hadis didefinisikan dengan : menyifatkan perawi
dengan sifat-sifat yang membersihkannya, maka Nampak keadilannya dan riwayatnya
diterima.Menurut definisi lain, at-ta’dil adalah pemberisihan perawi ( dari
kecacatannya ) dan ketetapan hukumnya, bahwa ia adalah adil atau dabith.
Ulama
lain mendefinisikan kata al-jar’h dan at-ta’dildalam satu definisi yaitu ilmu
yang membahas tentang para perawi hadis dari segi yang dapat menunjukkan
keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau membersihkan mereka dengan
lafazh tertentu.
3. Ilmu ‘ilal al-hadits
Kata
ilal dari ‘alla, ya’illu, adalah bentuk jamak dari kata la-illah. Yang menurut
bahasa artinya al-marad ( penyakit atau sakit ). Menurut ulama ahli hadis, arti
illah utadalah sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang berakibat
tercacatnya hadits, namun dari sudut zahirnya Nampak selamat dari sebab ( yang
mencacatkannya) itu.
Menurut
ulama ahli hadis, ilmu ‘ilal al-hadis adalah ilmu yang membahas sebab-sebab
tersembunyi yang dapat mencacatkan kesahiahan hadis, seperti mengatakan
bersambung dengan hadis yang munqati’ ( mengatakan ) marfu’ terhadap mauquf,
memasukkan hadis kedalam hadis lain, dan lain-lain.
4. Ilmu asbab wurud al-hadits
Kata
asbab adalah jamak dari kata sabab.
Menurut ahli bahasa diartikan dengan “ al-habl “ yang berarti tali saluran,
yang artinya dijelaskan sebagai segala yang menghubungakan satu benda dengan
benda yang lainnya.
Kata
asbab wurud al-hadits atau disebut asbab shudur al-hadits secara bahasa artinya
sebab –sebab adanya hadits. Secara terminology, ilmu asbab wurud al-hadits
adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan sebab-sebab atau latar belakang
diwurudkannya hadits dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Atau dengan redaksi lain disebutkan ilmu
pengetahuan untuk mengetahui keadaan dan hal ihwal yang menjadi sebab datangnya
hadits dari rasulullah saw.
Al-suyuti
memberikan definisi tentang pengertian asbab wurud all-hadits adalah sesuatu
yang membatasi artis suatu hadis, bak berkaitan dengan arti umum atau khusus,
mutlak atau muqayyad, dinasakh dan seterusnya, atau suatu arti yang dimaksudkan
oleh sebuah hadits karena kemunculannya.
Jadi
dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu asbab wurud al-hadits
adalah suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab nabi
Muhammad saw menuturkan sabdanyadan waktu beliau menuturkan itu.
Manfaat
asbab al-wurud terhadap hadits adalah sebagai salah satu jalan untuk memahami
kandungan hadits, sama halnya dengan
urgensi asbab nuzul al-qur’an terhadap al-qur’an.
5. Ilmu mukhtalif al-hadits
Ilmu
mukhtalif al-hadis adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang menurut lahirnya
saling bertentangan karena adanya kemungkinan dapat dikompromikan, baik dengan
cara mentaqyid terhadap hadis yang mutlak atau mentakhsis terhadap yang
umum atau dengan cara membawanya kepada
beberapa kejadian ( yang relevan dengan hadis ) dan lain-lain.
Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dengan menguasai ilmu mukhtalif
al-hadis, hadis-hadis yang tampaknya bertentangan akan segera dapat diatasi
dengan menghilangkan tersebut. Cara untuk menghilangkan pertentangan itu adalah
dengan ment-taqyid yang mutlak dan mentakhsis yang ‘am.
Definisi
lain menyebutkan bahwa ilmu mukhtalif al-hadis adalah ilmu yang membahas
hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan, kemudian
pertentangan tersebut dihilangkan atau dikompromikan antara keduanya,
sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahami kandungannya, dengan
menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya.
6. Ilmu tarikh ar-ruwah
Ilmu
tarikh ar-ruwah adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadist yang berkaitan
dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits.
Dengan ilmu ini akan diketahui keadaan dan identits para perawi, misalnya
kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, masa/ waktu merekamendenganr hadis dari
gurunya, siapa orang yang meriwayatkan hadis darinya, tempat tinggal mereka,
tempat mereka mengadakan lawatan dan lain-lain.
7. Ilmu al-nasikh wa al-mansukh
Kata
al-nasikh menurut bahasa mempunyai dua pengertian yaitu dari kata al-izalah (
menghilangkan ) dan kata anm-naql ( menyalin ). Pengertian an-naskh menurut
bahasa dapat dijumpai dalam al-Qur’an surah al-baqarah : 106 yang artinya bahwa:
Ayat
mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan ( manusia ) lupa kepadanya,
Kami datangakan yang lebih baik
daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadalah kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( QS. Al-baqarah/2 : 106 ).
Menurut
ulam ushul fiqih an-nasakh adalah syari’ mengangkat ( membatalkan ) sesuatu
hukum syara’ dengan menggunakan dalil syari yang datang kemudian. Jadi,
nasakh dan mansukh dalam hadis adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang
berlawanan yang tidak memungkinkan untuk dipertemukan, karena materi ( yang
berlawanan ) yang pada akhirnya terjadilah saling menghapus, dengan ketetapan
bahwa yang datang terdahulu disebut mansukh dan
yang datang kemudian disebut nasakh.
Untuk
mengetahui nasakh dan mansukh ini bisa melalui beberapa cara yaitu :
a. Dengan
penjelasan dari nash syri’ sendiri yang dalam hal ini adalah nabi Muhammad saw.
b. Dengan
penjelasan dari para sahabat.
c. Dengan
mengetahui tarikh keluarnya hadis serta sabab wurud hadis.dengan demikian akan
diketahui mana yang datang lebih dulu dan mana yang datang kemudian.
8.
Ilmu
garib al-hadis
Menurut
Ibnu al-Shalah yang dimaksud dengan garib al-hadis adalah ungkapan dari
lafazh-lafazh yang sulit dan rumit untuk dipahami yang terdapat dalam matan
hadis karena hadis tersebut jarang digunakan.
Ada
beberapa cara untuk menafsirkan hadis-hadis yang mengandung lafazh yang garib
ini di antaranya :
a) Dengan
hadis yang sanadnya berlainan dengan matan yang mengandung lafazh yang garib
tersebut.
b) Dengan
penjelasan dari para sahabat yang meriwayatkan hadis atau sahabat lain yang
tidak meriwayatkannya, tapi paham akan makna garib tersebut.
c) Penjelasan
dari rawi selain sahabat.
9.
Ilmu
tashif wa al-tahrif
Ilmu
tashif wa al-tahrif adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menerangkan tenang
hadis-hadis yang sudah di ubah titik atau syakalnya ( mushahhaf ), dan bentukya
( muharraf ).
Contoh : dalam
suatu riwayat disebutkam bahwa salah seorang yang meriwayatkan hadis dari nabi
Muhammad saw adalah dari bani sulaiman yaitu urbah Ibn al-bazr, padahal yang
sebenarnya adalah utbah bin al-nazhr. Dalam hadis ini terjadi perubahan sebutan
al-nazhr menjadi al-bazr.[4]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulumul Qur’an adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang cara-cara persambungan
hadis yang sampai kepada Rasulullah saw dari segi hal ihwal para
perawinya, menyangkut kedabitan dan
keadilan hadis, dan dari bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
Ilmu hadis terbagi menjadi dua yaitu ilmu
hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang
membahas tentang periwayatan hadis itu sendiri. Sedangkan ilmu hadis dirayah
adalah ilmu yang membahas tentang permasalahan sanad ( rawi ) dan matan ( marwi
) yang berkaitan dengan kualitas hadis.
Sejarah perkembangan dan pertumbuhan hadis
yang dimulai dari masa rasulullah saw, masa khulafaur rasyidin, hadis pada masa
tabi’in, hadis pada masa tadwin hadis atau masa pengumpulan hadis serta sampai
kepada masa seleksi dan penyempurnaan serta pengembangan system penyusunan
kitab hadis.
Ilmu hadis mempunyai beberapa cabang yaitu
sebagai berikut :
1. Ilmu rijal al-hadis
2. Ilmu al-jarh wa at-ta’dil
3. Ilmu tarikh ar-ruwah
4. Ilmu ‘ilal al-hadis
5. Ilmu nasikh wa al-mansukh
6. Ilmu asbab wurud al-hadis
7. Ilmu garib al-hadis
8. Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif
9. Ilmu mukhtalif al-hadis
B.
Saran
Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan baik dari Dosen Mata Kuliah ini maupun dari Mahasiswa yang lain. Selain itu,
kami harapkan kepada para pembaca agar bisa menjadikan makalah ini sebagai
bahan bacaan yang tujuannya ingin memahami ulumul hadis, terutama yang
berkaitan dengan pengertian hadis, cabang-cabang ilmu hadis, sejarah
pertumbuhan dan perkembangan ilmu hadis.
DAFTAR PUSTAKA
http://ukhuwahislah.blogspot.co.id/2014/03/makalah-ulumul-hadits
pengertian.html diakses pada tanggal 12 November 2015.
L.
Sulaemang. 2009. Ulumul Hadis.
Kendari : C.V. Shadra
Kuraedah,
Siti. 2011. Pendekatan Ulama Hadis
Dalam Menelaah Hadits Kontroveroversional. Kendari : C.V. Shadra.
Suparta,
Munzier. 2011. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
[1] Sulaemang L.,
Ulumul Hadis, ( Kendari : C.V. Shadra, 2009 ), Hal. 81-86.
[2] Siti Kuraedah,
Pendekatan Ulama Hadis Dalam Menelaah Hadits Kontroveroversional, (
Kendari : C.V. Shadra 2011 ), Hal. 25-28.
[3] Muzzier
Suparta, Ilmu Hadis, ( Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada, 2010 ), Hal.
72-73.
[4] Http://Ukhuwahislah.Blogspot.Co.Id/2014/03/Makalah-Ulumul-Hadits
Pengertian.Html Diakses Pada Tanggal 12 November 2015.