Jumat, 15 April 2016

pengenalan ulumul hadis




Tugas  Makalah:
PENGENALAN ULUMUL HADIS ( PENGERTIAN
ULUMUL HADIS, SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
ULUMUL HADIS, DAN CABANG-CABANG ILMU HADIS )”  


Makalah Ini Di Susun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadis Yang Di Ampuh Oleh Ibu Siti Syakirah Abu Nawas
Oleh Kelompok 2 :
1.         Wa Arliani
2.         Achmad Mubasyir
3.         Nur Sahida
4.         Sri Israhmawati
5.         Irmawati
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN ( FTIK ) JURUSAN PGMI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KENDARI
2015

KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Salawat dan Salam penulis haturkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW sebagai rasul penuntun umat islam, yang mana kita masih yakini bahwa agama islam itu adalah satu-satunya agama yang benar dan diridhai oleh Allah SWT.
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “ PENGENALAN ULUMUL HADIS ( PENGERTIAN ULUMUL HADIS, SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN  ULUMUL HADIS, DAN CABANG-CABANG ILMU HADIS )”  ini, tak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan sehingga penulis berharap dari semua pihak pembaca senantiasa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga kedepannya akan menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada penulis  khususnya dan pembaca pada umunnya.




                                                                                                            Penyusun

                                                                                                            Kendari, …, November 2015


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C.     Tujuan............................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian ulumul hadis.................................................................................................... 2
B.     Sejarah perkembangan dan pertumbuhan ulumul hadis.................................................... 5
C.     Cabang-cabang ulumul hadis............................................................................................ 13
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................................................... 18
B.     Saran................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. iv








BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Pada masa permulaan Islam, umat Islam belum mengenal adanya ulumul hadits atau ilmu hadits. Hal ini mungkin dikarenakan fokus perhatian umat Islam pada waktu itu masih terpecah antar dakwah, jihad dan pendalaman Al-Qur’an, sehingga perhatian terhadap hadits walaupun sudah cukup intens namun belum segencar pada masa-masa berikutnya.
Sepeninggalnya nabi, terutama setelah bermunculan hadits-hadits palsu barulah perhatian umat Islam terhadap nadist nabi meningkat pesat. Ini ditandai dengan munculnya beberapa ulama yang mulai melakukan penghimpunan hadits serta mulai merintis ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadits. Ilmu ini kemudian terus berkembang dari masa ke masa sampai zaman sekarang.
Pengertian atau pemahaman hadis sangat diperlukan untuk melihat kapan ilmu hadis itu mulai tumbuh dan sejak kapan ilmu hadis itu mengalami perkembangan. Benih-benih ilmu hadis telah tumbuh sejak zaman Rasulullah saw sejalan dengan diwurudkannya. Hal ini dapat dilihat bagaiman para sahabat dapat melihat adanya kedustaan yang disampaikan oleh seseorang yang mengatasnamakan rasul saw.
B.           Rumusan masalah
1.      Apa pengertian Ilmu Hadits?
2.      Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan Ilmu Hadits?
3.      Apa saja cabang-cabang Ilmu Hadits?
C.           Tujuan
Ada dua tujuan kami dalam menulis makalah ini yaitu pertama untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hadits, yang kedua yaitu untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita semua tentang pengertian Ilmu Hadits, sejarah perkembangan dan pertumbuhannya, dan cabang-cabang ilmu hadis.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ILMU HADIS

Kata “ ilmu hadis “ merupakan kata serapan dari bahasa arab, yaitu “ilmu al-hadist “ yang terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis. Jika mengacu pada pengertian hadis, kata ilmu hadis berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw baik berupa perkataan , perbuatan, taqrir, maupun lainnya. Maka segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai aspeknya, berarti termasuk ilmu hadis. Secara terminologis, ulama mutaqaddimin merumuskan pengertian ilmiu hadis sebagai :
Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis yang yang sampai kepada rasulullah saw dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya, dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.
Izz ad –Di bin Jama’ah mengatakan bahwa ilmu hadis adalah ilmu tentang ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad dan matan hadis.
Para ulama muta’akhirin membagi ilmu hadis menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut :
1.         Ilmu hadis riwayah
a.   Pengertian ilmu hadis riwayah
Kata riwayah, artinya periwayatan atau cerita. Jadi, ilmu hadis riwayah artinya ilmu hadis berupa periwayatan. Secara terminologis, ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang menukilkan segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya. Begitu juga yang menukilkan segala yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.
Ibn al-Akfani mengatakan bahwa ilmu hadis riwayah adalah ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan nabi Muhammad saw, periwayatannya, pemeliharaannya, dan penulisannya atau  pembukuan lafazh-lafazhnya.
Dengan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ilmu hadis riwayah adalah ilmu penegtahuan yang membahas tentang ilmu hadis itu sendiri.
b.   Objek dan signifikasinya
Yang menjadi objek ilmu hadis riwayah adalah bagaimana cara menerima hadis, menyampaikan hadis kepada orang lain, memindahkan dan mentadwinkan hadis. Dalam menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan hadis dari sudut kualitasnya, seperti tentang ‘adalah ( keadilan ) sanad, syadz ( kejanggalan ), dan illat ( kecacatan ) matan.
Adapun kegunaan atau signifikasi hadis riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya, yaitu nabi Muhammad saw. Karena berita yang beredar pada umat islam bukan hanya hadis, melainkan juga ada berita-berita lain, yang lain. 
2.         Ilmu hadis dirayah
a.      Pengertian ilmu hadis dirayah
Istialh ilmu hadis dirayah atau disebut juga ilmu dirayah al-hadist menurut as-suyuti, muncul setelah masa al-khatib al-bagdadi yaitu masa ibn al-Akfani. Ilmu ini di kenal juga dengan istilah ushul al-hadist, ‘ulum al-hadits, musthalah al-hadits, dan qawa’ida at-tahdits. Bahkan ada yang menyebutnya dengan ilmu musthalah ahli atsar, seperti dikatakan oleh ibnu hajar al-asqalani.
Secara terminologis, ilmu hadis dirayah sebagaimana didefinisikan oleh Muhammad mahfuzh at-tirmidzi, ialah : Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan.
Yang terkandung dalam pengertian diatas adalah segala ketentuan, baik yang berkaitan dengan kualitas kesahihannya ( shahih, hasan, dan dhaif-nya ), sandarannya ( marfu’, mauquuf, dan maqtthu’nya),  cara menerima dan meriwatkannya( kaifiyah at-tahammul wa al-ada’ ), maupun sifat-sifat perawi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan itu.
Menurut ibnu al-akfani, ilmu hadis dirayah adalah ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hokum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.
Haqiqah ar-riwayah ( hakikat periwayatan ), artinya penukilan hadis dan penyandaran kepada sumber hadis atau sumber berita itu sendiri yaitu nabi Muhammad saw; syarat-syarat periwayatan adalah penerimaan perawi terhadap hadis yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara penerimaan dan penyampaiannya, seperti melalui as-sima’ ( pendengaran ), al-qira’ah ( pembacaan ), al-wasiyah ( berwasiat ), al-ijazah ( pemberian izin dari perawainya ).
Macam-macam periwayatan adalah membicarakan sekitar bersabung dan terputusnya periwayatan dan lain-lain. Hokum- hokum  periwayatan adalah pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadis. Keadaan perawi adalah pembiacaraan sekitar keadilan kecatatan para perawi dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadis. Macam-macam hadis yang diriwayatkan meliputi hadis-hadis yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tashnif, kitab  tasnid, dan kitab mu’jam.
Secara singkat ilmu hadis dirayah merupakan kumpulan kaidah untuk mengetahui atau mengkaji permasalahan sanad (rawi) dan matan (marwi) yang berkaitan dengan kualitasnya.
b.      Objek dan signifikasinya
Dengan pengertian diatas, bahan objek ilmu ini adalah sanad / rawi dan matan/ marwi dari sudut diterima ( maqbul ) atau ditolaknya ( mardud-nya ) suatu hadis. Dari aspek sanadnya diteliti tentang keadilan dan kecacatannya, bagaimana mereka menerima dan menyampaikan hadisnnya serta attshal as-sanad atau bersmbung tidaknya antara sanad-sanad hadis tersebut. Sedang dari aspek matannya diteliti tentang kejanggalan atau tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang berkaitan dengannya.
Dengan mempelajari ilmu hadis dirayah ini, banyak kegunaan yang diperoleh,  antara lain:
a.      Dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis dari masa kemasa sejak dari masa rasul saw sampai masa sekarang.
b.      Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadis.
c.       Dapat mengetahui kaidah-kaidah yang yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hasil lebih lanjut.
d.      Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadis sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hukum syara’.[1]

B.         SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU HADIS
1.         Hadis pada masa rasul
a)         Cara rasulullah dalam menyampaikan hadis

Sebagai rasul, Muhammad saw sangat berkepentingan dalam menyebarkan islam kepada umat manusia sehingga hadis saw tersebar dengan sendirinya bersamaan dengan tersebarnya tersiarnya ajaran islam. Hal tersebut sesuai dengan uraian Muhammad Ajjaj al-khatib bahwa hadis telah tersebar bersamaan dengan al-qur’an pada masa awal dakwah islam yakni saat pemeluk agam islam masih sedikit.
Periwayatan hadis pada masa nabi lebih banyak berlangsung secara lisan dari pada tulisan karena hadis nabi tidak selalu terjadi dihadapan sahabat nabi yang pandai menulis. Selain itu, sahabat nabi yang pandai menulis sangat sedikit jumlahnya, tetapi karena keinginan yang kuat dan di dukung oleh kekuatan daya hafal yang dimiliki  sehingga hal tersebut tidak menjadi kendala bagi mereka.
Factor lain yang turut menentukan penyebaran hadis dengan  cepat pada masa nabi adalah kebijaksanaan nabi mengutus para sahabat ke berbagai daerah, baik untuk tugas khusus dakwah mapun untuk memangku jabatan.
Uraian tersebut memberikan keterangan bahwa perkembangan hadis pada masa rasulullah saw sekalipun cara periwayatannya masih lebih banyak yang bersifat lisan, tetapi umat islam pada masa itu sangat antusias dalam mengetahui seluruh hadis rasulullah. Masa ini oleh sebagian ulama di sebut dengan masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam.[2]
Ada beberapa cara rasulullah saw dalam menyampaikan hadis kepada para sahabatnya diantaranya sebagai berikut :
Ø  Melalui para jama’ah pada pusat pembinaannya yang disebut majelis al-‘ilmi.
Ø  Dalam banyak kesempatan rasul, juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu yang kemudian disampaikannya kepada orang lain.
Ø  Cara lain yang dilakukan rasulullah adalah melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka seperti ketika haji wada’ dan futuh  makkah.[3]

b)      Perbedaan para sahabat dalam menguasai hadis

Di antara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadisnya. Ada yang memiliki hadis lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini tergantung pada beberapa hal yaitu sebagai berikut :
v  Perbedaam mereka dalam soal kesempatan bersama rasulullah saw.
v  Perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain.
v  Perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk islam dan jarak tempat tinggal dari masjid rasulullah saw.
Ada beberapa orang sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak menerima hadis dari rasulullah dengang beberapa penyebabnya. Mereka itu antara lain sebagai berikut :
1)      Para sahabat yang tergolong kelompok al-sabiqu al-awwalun ( yang mula-mula masuk islam ), seperti abu bakar, umar ibn khattab, utsman bin affan, ali ibn abi tahlib, dan ibn mas’ud. Mereka banyak menerima hadis dari rasul saw karema lebih awal masuk islam dari sahabat-sahabat yang lain.
2)      Ummahat al-mukminin ( istri-istri rasulullah saw ), seperti aisyah dan ummu salamah. Mereka secara pribadi lebih dekat dengan rasul dari pada sahabat-sahabat lain. Hadis-hadis yang diterimanya, banyak yang berkaitan dengan soal-soal keluarga dan pergaulan suami istri.
3)      Para sahabat yang disamping selalu dekat  dengan rasulullah saw juga menuliskan hadis-hadis yang diterimanya, seperti Abdullah amr ibn al-ash.
4)      Sahabat yang meskipun tidak lama bersama rasulullah, akan tetapi banyak bertanya kepada para sahabat lain dengan sungguh-sungguh seperti abu hurairah.
5)      Para sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti majelis rasul saw, banyak bertanya kepada para sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama dari wafatnya rasulullah saw, seperti  abdullah ibn umar, anas ibn malik dan abdullah ibn abbas.
c)         Menghafal dan menulis hadis
Ø  Menghafal hadis
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan al-Qur’an dan hadis, sebagai sumber ajaran islam, rasulullah menempu jalan yang berbeda. Terhadap al-Qur’an ia secara resmi mengistruksikan kepada sahabat supaya ditulis selain dihafal. Sedangkan terhadap hadis ia hanya menyuruh menghafalnya dan melarang menulisnya secara resmi.
Dalam hal ini ia bersabda : jangalah kalian tulis apa saja dariku selain al-qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain al-qur’an, hendaklah dihapus. Ceritakan apa saja yang diterima dariku, ini tidak mengapa. Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka. ( H. R. Muslim ).
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat dalam kegiatan menghafal hadis ini antara lain :
1.      Karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa arab yang telah diwarisinya sejak praislam dan mereka terkenal kuat hafalnnya.
2.      Rasulullah Saw banyak memberikan semangat melalui doa-doanya.
3.      Seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal hadist dan menyampaikannya kepada orang lain.
  
Ø  Menulis hadis
Dibalik larangan Rasulullah saw seperti pada hadis abu sa’id al-khudri di atas ternyata ditemukan sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan hadis dan memiliki catatan-catatannya adalah sebagai berikut :
a.       Abdullah ibn amr al-ash.
Ia memiliki catatan hadis yang menurut pengakuannya dibenarkan oleh rasulullah saw, sehingga diberinya nama al-sahifah al-shadiqah. Menurut suatu riwayat diceritakan, bahwa orang-orang quraisy mengkritik sikap Abdullah ibn amr, karena sikapnya yang selalu menulis apa yang datang dari rasul saw. Mereka berkata : Engkau tuliskan apa saja yang datang dari rasul, padahal rasul itu manusia, yang bisa saja bicara dalam keadaan marah. Kritikan ini disampaikan kepada rasulullah dan rasul pun langsung menjawabnya dengan mengatakan :
“ tulislah ! demi zat yang diriku berada di tangan-Nya, tidak ada yangkeluar daripadanya kecuali yang benar” . ( H.R. Bukhari ).
Hadis-hadis yang terhimpun dalam catatannya ini sekitar seribu hadis, yang menurut pengakuannya di terima langsung dari  rasul saw ketika mereka berdua tanpa ada orang lain yang menemaninya.
b.      Jabir ibn abdillah ibn amr al-anshari ( w. 78 H ). Ia memiliki catatan hadis dari rasul saw tentang manasik haji. Hadis-hadisnya kemudian diriwayatkan oleh muslim. Catatannya ini dikenal dengan sahifah jabir.
c.       Abu hurairah al-dausi ( w. 59 H ). Ia memiliki catatan hadis yang dikenal dengan al-sahifah al-sahihah. Hasil karyanya ini dapat wariskan kepada anaknya yang bernama Hamman.
d.      Abu syah ( umar ibn sa’ad al-anmari ) seorang penduduk yaman. Ia meminta kepada rasulullah saw dicatatkan hadis yang disampaikannya ketika pidato pada peristiwa futuh mekah sehubungan dengan terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh sahabat dari bani khuza’ah terhadap salah seorang lelaki bani lais. Rasulullah saw bersabda : “ kalian tuliskan untuk abu syah “.
Ø  Mempertemukan dua hadis yang bertentangan
Berdasarkan pendapat para ulama maka dapat disimpulkan bahwa ada empat qaul yaitu sebagai berikut :
1)      Menurut sebagaian ulama bahwa hadis dari abu hadis al-khudri bernilai mauquf. Oleh karena itu, tidak dapat dijadikan hujjah. Menurut pendapat  hajjaj al-khatib, pendapat ini tidak dapat diterima karena hadis abu sa’id al-khudri dan hadis-hadis yang semakna dengannya adalah shahih.
2)      Ulama lain menyebutkan bahwa larangan menulis hadis terjadi pada periode awal islam. Hal ini karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu. Maka pada saat umat islam  sudah semakin bertambah dan tenaga yang menulis hadis sudah memungkinkan, penulisan hadis menjadi diperbolehkan. Menurut kelompok ini, hukum tentang larangan menulis hadis berubah menjadi mubah. Mereka pada sisi lainnya memandang bahwa kemungkinan larangan penulisan hadis dimaksud jika disatukan pada satu huruf dengan al-Qur’an.
3)      Ada ulama yang memandang bahwa larangan tersebut pada dasarnya bagi orang yang kuat hafalannya. Hal ini untuk membiasakan diri melatih kekuatan hafalannya, dengan menghilangkan ketergantungan kepada penulisan. Sedang izin penulisan diberikan kepada orang-orang yang lemah hafalannya, seperti abu syah atau yang khawatir lupa seperti Abdullah ibn amr ibn al-‘ash.
4)      Ada juga ynag memandang bahwa larangan tersebut dalam bentuk umum yang sasarannya masyarakat banyak. Akan tetapi untuk orang-orang tertentuyang mempunyai keahlian menulis dan membaca yang tidak ada kekhawatiran terjadinya kekeliruan dalam menulisnya, adalah diperbolehkan.
2.         Hadis Pada Masa Sahabat ( Masa Khulafa Al-Rasyidin )
Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat khususnya masa khulafa’ al-rasyidin ( abu bakar, umar ibn khattab, usman ibn affan, dan ali ibn abi thalib )  yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengann 40 H. masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar.
Setelah rasulullah saw wafat, para sahabat betugas sebagai penyambung lidah rasulullah saw. Unutk melaksanakan tugas tersebut, mereka mengarahkan kemampuan manusiawinya dengan tetap memelihara peninggalan beliau dari berbagai perubahan, karena sepeninggal beliau muncul berbagai permasalahan yang memerlukan penangan yang serius.
Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran al-Qur’an, maka periwayatan hadis belum begitu berkembang, dan kelihatannya mereka berusaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan periwayatan ( al-tasabbut wa al-iqlal min al- riwayah ).
1)      Menjaga Pesan Rasulullah Saw
Pada masa menjelang akhir kerasulannya. Rasulullah berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada al-Qur’an dan hadis serta mengajarkannya kepada orang lain.
Pesan-pesan rasulullah sangat mendalam pengaruhnya kepada para sahabat, sehingga segala perhatian yang tercurah semata-mata untuk melaksanakan dan memelihara pesan-pesannya. Kecintaan mereka kepada rasul saw dapat dibuktikan dengan melaksanakan segala yang dicontohkan.
2)      Berhati-Hati Dalam Meriwayatkan Dan Menerima Hadis
Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan yang dilakukan para sahabat disebabkan  karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan yang padahal mereka sadari bahwa hadis merupakan sumber tasyri’ setelah al-Qur’an yang harus terjaga dari kekeliruannya sebagaimana al-Qur’an.
Pada masa ini belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu kitab, seperti halnya al-Qur’an. Hal ini disebabkan agar tidak memalingkan perhatian atau kekhususan mereka ( umat islam ) dalam mempelajari al-Qur’an. Selain itu, para sahabat yang banyak menerima hadis sudah tersebar keberbagai daerah kekuasaan islam, dengan kesibukannya masing-masing sebagai Pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini ada kesulitan mengumpulkan mereka secara lengkap. Pertimbangan lainnya bahwa soal membukukan hadis dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat.   
3)      Periwayatan Hadis Dengan Lafazh Dan Makna
Pembatasan atau penyederhanaan periwayatan hadis yang ditunjukan oleh para sahabat dengan sikap kehati-hatiannya tidak berarti hadis-hadis rasul tidak diriwayatkan. Dalam batas-batas tertentu hadis-hadis itu diriwayatkan khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan hidup masyarakat sehari-harinya seperti dalam permasalahan ibadah dan muamalah. Periwayatan tersebut dilakukan setelah diteliti secara ketat pembawa hadis tersebut dan kebenaran isi matannya.
Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari rasulullah saw yaitu :
Ø  Dengan jalan periwayatan lafzhi ( redaksinya persis seperti yang disampaikan oleh rasul saw )
Ø  Dengan jalan periwayatan maknawi ( maknanya saja ).


3.      Hadis Pada Masa Tabi’in
Ketika pemerintah dipegang oleh Bani Umayah, wilayah kekuasaan islam sampai meliputi Mesir, Persis, Iraq, Afrika Selatan, Samarkand dan Spanyol, disamping Medinah, Mekah, Basrah, Syam, dan Khurasan. Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan islam, penyebaran para sahabat kedaerah-daerah tersebut terus meningkat, sehingga masa ini dikenal dengan  masa menyebarnya periwayatan hadis ( intisyar al-riwayah ila al-amsar ).
1.   Pusat-Pusat Pembinaan Hadis
Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadis sebagai tempat tujuan para tabi’an dalam mencari hadis. Kota-kota tersebut adalah Madinah al-munawwarah, makkah al-mukarramah, Kufah, basrah, syam, mesir, maghribi dan andalus, yaman dan khurasan. Dari sejumlah para sahabat Pembina hadis pada kota-kota tersebut, ada beberapa orang meriwayatkan hadis cukup banyak, antara lain : abu hurairah, Abdullah ibn umar, anas ibn malik, aisyah, abdullah ibn abbas, jabir ibn abdillah, dan abi sa’id al-khudri.
2.      Pergolakan Politik Dan Pemalsuan Hadis

Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang jamal dan perang siff in, yaitu ketika kekuasaan di pegang oleh ali ibn abi thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok ( khawarij, syi’ah, mu’awiyah dan golongan mayoritas yang tidak masuk kedalam ketiga kelompok tersebut ).

Pergolakan politik tersebut cukup memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadis berikutnya. Pengaruh yang langsung dari sifat negative ialah dengan munculnya hadis-hadis palsu ( maudhu’ ) untuk mendukung kepentingan politiknya masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan-lawannya.
Adapun pengaruh yang bersifat positif adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.


4.         Masa Tadwin Hadis
Secara bahasa tadwin diterjemahkan dengan kumpulan shahifah ( mujtama’ al-shuhuf ). Secara luas tadwin diartikan dengan al-jam’u  ( mengumpulkan ). Menurut Al-Zahrani tadwin adalah mengikat yang berserak-serakan kemudian mengumpulkannya menjadi satu diwan atau kitab yang terdiri dari lembaran-lembaran.sementara yang dimaksud dengan tadwin pada masa ini adalah pembukuan atau kodifikasi secara resmi yang berdasakan perintah kepala Negara dengan melibatkan beberapa personil yang ahli dibidangnya. Bukan yang dilakukan secara perseorangan atau untuk kepentingan pribadi, seperti yang terjadi pada masa rasul saw.
Usaha ini dimulai pada masa penerintahan islam yang dipimpin oleh khalifah umar ibn abdul aziz ( khalifah ke-8 dari kekhalifahan Bani Umayah ), melalui intruksinya kepada para pejabat daerah agar memperhatikan dan mengumpulkan hadis dari para penghafalnya.
1.   Latar Belakang Munculnya Pemikiran Usaha Tadwin Hadis
Ada dua hal pokok mengapa Umar ibn abdul aziz mengambil sikap seperti ini yaitu :
a.      Ia khawatir terhadap hilangnya hadis-hadis dengan meninggalnya para ulama di medan perang.
b.      Ia khawatir akan tercampurnya hadis-hadis yang sahih dan hadis-hadis maudhu’.di pihak lain bahwa dengan semakin  meluasnya daerah kekuasaan islam sementara kemampuan para tabi’in antara satu dengan yang lainnya tidak sama, jelas sangat memerlukan adanya usaha kodifikasi ini.
2.      Gerakan Menulis Hadis Pada Kalangan Tabi’in Dan Tabi’at Tabi’in Setelah Ibnu Syihab Az-Zuhri
Ada ulama ahli hadis yang berhasil menyusun kitab tadwin yang bisa diwariskan kepada generasi sekarang yaitu malik ibnu anas ( w. 39-179 H. ) di madinah dengan kitab hasil karyanya al-muwaththa. Kitab tersebut disusun pada tahun 143 H atas permintaan khalifah al-Mansur. Para ulama menilain Muwaththa ini sebagai kitab tadwin yang pertama dan banyak dijadikan rujukan oleh para muhaddis selanjutnya.
Para pentadwin berikutnya adalah Muhamad Ibn Ishaq ( W. 151 H. ), dan Ibn Abi Zi’bin ( 80-158 H ) di Madinah. Ibn Juraij ( 80-150 H ) di Makkah, Al-Rabi’ Ibn Sabih ( W. 160 H. ), dan Ibn Salamah ( W. 176 H. ) di Basrah. Sufyan At-Tsauri ( 97-161 H ) di Kufah. Al-Auza’i ( 88-157 H ) di Syam, Ma’mar Ibn Rasyid ( 93-153 H. ) di Yaman, Ibn Al-Mubarrak ( 118-181 H ) di Khurasan, Abdullah Ibn Al-Wahab ( 125-197 H ) di Mesir, dan Jarir Ibn Abdul Al-Hamid ( 110-188 H ) di Rei.
5.      Masa Seleksi Dan Penyempurnaan Serta Pengembangan System Penyusunan Kitab Hadis
1.   Masa Penyaringan Hadis
Masa seleksi atau penyaringan hadis terjadi ketika pemerintahan oleh dinasti bani abbas, khususnya sejak masa al-makmun sampai dengan masa al- muktadir ( sekitar tahun 201-300 H ).
Munculnya periode seleksi ini karena pada periode sebelumnya yakni priode tadwin belum berhasil memisahkan beberapa hadis mauquf dan maqhtu’dari hadis marfu’. Selain itu,juga belum bisa memisahkan beberapa hadis yang dhaif dari yang sahih. Bahkan masih ada hadis yang maudhu’ tercampur pada yang sahih.
Berkat keuletan dan keseriusan  para ulama pada masa ini maka muncullah kitab-kitab hadis yang hanya memuat hadis-hadis yang sahih. Kitab-kitab tersebut kemudian di kenal dengan istilah kutub al-sittah ( kitab induk yang enam ). Secara lengkap kitab-kitab tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :
a.       Al-jami’ al-shahih susunan imam al-bukhari
b.      Al-jami’ al-hahih susunan imam malik
c.       Al-sunan susunan abu dawud
d.      Al-sunan susunan at-tirmidzi 
e.       Al-sunan susunan an-nasa’i
f.       Al-sunan susunan ibnu majah.
2.      Masa Pengembangan Dan Penyempurnaan System Penyusunan Kitab-Kitab Hadis
Penyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha mengembangkan dengan beberapa variasi pentadwinan terhadap kitab-kitab yang sudah ada. Diantara usaha itu adalah mengumpulkan isi kitab sahih bukhari dan muslim seperti yang dilakukan oleh Muhammad ibnu abdillah al-jauzaqi dan ibn al-furat ( w. 414 H. ).
Masa perkembangan hadis yang disebut terakhir ini terbentang cukup panjang, dari mulai abad ke-4 H dan terus berlangsung beberapa abad berikutnya sampai abad kontemporer. Dengan demikian masa perkembangan ini melewati dua fase sejarah perkembangan islam yakni fase pertengahan dan fase modern.

C.       CABANG-CABANG ILMU HADIS
1.         Ilmu rijal al-hadits
Secara bahasa, kata rijal al-hadits, artinya orang-orang disekitar hadis. Secara terminologis, ilmu rijal al-hadist adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadist dalam kapasitas mereka sebagai perawi hadist.
Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu ini, ialah al-bukhari. ‘Izz ad-din al-atsir atau yang lebih dikenal dengan sebutan ibn al-atsir ( 630 H ).
2.         Ilmu al-jarh wa at-ta’dil
Ilmu ini merupakan bagian dari ilmu rijal al-hadist. Secara bahasa kata al-jarh artinya cacat atau luka, dan kata at-ta’dil artinya mengadilkan atau menyamakan. Maka kata ilmu al-jarh wa at ta’dil, artinya ilmu tentang cacat dan keadialan seseorang.
Secara terminologis, ada ulama yang mendefinisikannya secara terpisah antara istilah al-jarh dan at-ta’dil, dan ada yang secra bersama-sama. Para ahli hadis mendefinisikan al-jarh dengan :Kecatatan para perawi  hadist disebabkan oleh sesuatuyang dapat merusak keadilan atau kedabitan perawi.
Menurut definisi lain, disebutkan sebagai berikut : nampaknya suatu sifat pada seorang perawi yang dapat merusak nilai keadilannya atau melemahkan nilai hafalan dan ingatannya, yang karenanya gugurlah periwayatannya, atau ia dipandang lemah serta bertolak.
Sedang at-ta’dil, oleh ulama ahli hadis didefinisikan dengan : menyifatkan perawi dengan sifat-sifat yang membersihkannya, maka Nampak keadilannya dan riwayatnya diterima.Menurut definisi lain, at-ta’dil adalah pemberisihan perawi ( dari kecacatannya ) dan ketetapan hukumnya, bahwa ia adalah adil atau dabith.
Ulama lain mendefinisikan kata al-jar’h dan at-ta’dildalam satu definisi yaitu ilmu yang membahas tentang para perawi hadis dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau membersihkan mereka dengan lafazh tertentu. 

3.      Ilmu ‘ilal al-hadits
Kata ilal dari ‘alla, ya’illu, adalah bentuk jamak dari kata la-illah. Yang menurut bahasa artinya al-marad ( penyakit atau sakit ). Menurut ulama ahli hadis, arti illah utadalah sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang berakibat tercacatnya hadits, namun dari sudut zahirnya Nampak selamat dari sebab ( yang mencacatkannya) itu.
Menurut ulama ahli hadis, ilmu ‘ilal al-hadis adalah ilmu yang membahas sebab-sebab tersembunyi yang dapat mencacatkan kesahiahan hadis, seperti mengatakan bersambung dengan hadis yang munqati’ ( mengatakan ) marfu’ terhadap mauquf, memasukkan hadis kedalam hadis lain, dan lain-lain.
4.      Ilmu asbab wurud al-hadits
Kata asbab adalah jamak dari  kata sabab. Menurut ahli bahasa diartikan dengan “ al-habl “ yang berarti tali saluran, yang artinya dijelaskan sebagai segala yang menghubungakan satu benda dengan benda yang lainnya.
Kata asbab wurud al-hadits atau disebut asbab shudur al-hadits secara bahasa artinya sebab –sebab adanya hadits. Secara terminology, ilmu asbab wurud al-hadits adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan sebab-sebab atau latar belakang diwurudkannya hadits dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Atau  dengan redaksi lain disebutkan ilmu pengetahuan untuk mengetahui keadaan dan hal ihwal yang menjadi sebab datangnya hadits dari rasulullah saw.
Al-suyuti memberikan definisi tentang pengertian asbab wurud all-hadits adalah sesuatu yang membatasi artis suatu hadis, bak berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, dinasakh dan seterusnya, atau suatu arti yang dimaksudkan oleh sebuah hadits karena kemunculannya.
Jadi dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu asbab wurud al-hadits adalah suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab nabi Muhammad saw menuturkan sabdanyadan waktu beliau menuturkan itu.
Manfaat asbab al-wurud terhadap hadits adalah sebagai salah satu jalan untuk memahami kandungan hadits, sama  halnya dengan urgensi asbab nuzul al-qur’an terhadap al-qur’an.
5.      Ilmu mukhtalif al-hadits
Ilmu mukhtalif al-hadis adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan karena adanya kemungkinan dapat dikompromikan, baik dengan cara mentaqyid terhadap hadis yang mutlak atau mentakhsis terhadap yang umum  atau dengan cara membawanya kepada beberapa kejadian ( yang relevan dengan hadis ) dan lain-lain.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dengan menguasai ilmu mukhtalif al-hadis, hadis-hadis yang tampaknya bertentangan akan segera dapat diatasi dengan menghilangkan tersebut. Cara untuk menghilangkan pertentangan itu adalah dengan ment-taqyid yang mutlak dan mentakhsis yang ‘am.
Definisi lain menyebutkan bahwa ilmu mukhtalif al-hadis adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan, kemudian pertentangan tersebut dihilangkan atau dikompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahami kandungannya, dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya.
6.      Ilmu tarikh ar-ruwah
Ilmu tarikh ar-ruwah adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadist yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits. Dengan ilmu ini akan diketahui keadaan dan identits para perawi, misalnya kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, masa/ waktu merekamendenganr hadis dari gurunya, siapa orang yang meriwayatkan hadis darinya, tempat tinggal mereka, tempat mereka mengadakan lawatan dan lain-lain.
7.      Ilmu al-nasikh wa al-mansukh
Kata al-nasikh menurut bahasa mempunyai dua pengertian yaitu dari kata al-izalah ( menghilangkan ) dan kata anm-naql ( menyalin ). Pengertian an-naskh menurut bahasa dapat dijumpai dalam al-Qur’an surah al-baqarah : 106 yang artinya bahwa:
Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan ( manusia ) lupa kepadanya, Kami datangakan  yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadalah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( QS. Al-baqarah/2 : 106 ).
Menurut ulam ushul fiqih an-nasakh adalah syari’ mengangkat ( membatalkan ) sesuatu hukum syara’ dengan menggunakan dalil syari yang datang kemudian. Jadi, nasakh dan mansukh dalam hadis adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang berlawanan yang tidak memungkinkan untuk dipertemukan, karena materi ( yang berlawanan ) yang pada akhirnya terjadilah saling menghapus, dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu disebut mansukh dan  yang datang kemudian disebut nasakh.
Untuk mengetahui nasakh dan mansukh ini bisa melalui beberapa cara yaitu :
a.       Dengan penjelasan dari nash syri’ sendiri yang dalam hal ini adalah nabi Muhammad saw.
b.      Dengan penjelasan dari para sahabat.
c.       Dengan mengetahui tarikh keluarnya hadis serta sabab wurud hadis.dengan demikian akan diketahui mana yang datang lebih dulu dan mana yang datang kemudian.
8.         Ilmu garib al-hadis
Menurut Ibnu al-Shalah yang dimaksud dengan garib al-hadis adalah ungkapan dari lafazh-lafazh yang sulit dan rumit untuk dipahami yang terdapat dalam matan hadis karena hadis tersebut jarang digunakan.
Ada beberapa cara untuk menafsirkan hadis-hadis yang mengandung lafazh yang garib ini di antaranya :
a)      Dengan hadis yang sanadnya berlainan dengan matan yang mengandung lafazh yang garib tersebut.
b)      Dengan penjelasan dari para sahabat yang meriwayatkan hadis atau sahabat lain yang tidak meriwayatkannya, tapi paham akan makna garib tersebut.
c)      Penjelasan dari rawi selain sahabat.
9.         Ilmu tashif wa al-tahrif
Ilmu tashif wa al-tahrif adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menerangkan tenang hadis-hadis yang sudah di ubah titik atau syakalnya ( mushahhaf ), dan bentukya ( muharraf ).
Contoh : dalam suatu riwayat disebutkam bahwa salah seorang yang meriwayatkan hadis dari nabi Muhammad saw adalah dari bani sulaiman yaitu urbah Ibn al-bazr, padahal yang sebenarnya adalah utbah bin al-nazhr. Dalam hadis ini terjadi perubahan sebutan al-nazhr menjadi al-bazr.[4]















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ulumul Qur’an adalah ilmu pengetahuan  yang membahas tentang cara-cara persambungan hadis yang sampai kepada Rasulullah saw dari segi hal ihwal para perawinya,  menyangkut kedabitan dan keadilan hadis, dan dari bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
Ilmu hadis terbagi menjadi dua yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang membahas tentang periwayatan hadis itu sendiri. Sedangkan ilmu hadis dirayah adalah ilmu yang membahas tentang permasalahan sanad ( rawi ) dan matan ( marwi ) yang berkaitan dengan kualitas hadis.
Sejarah perkembangan dan pertumbuhan hadis yang dimulai dari masa rasulullah saw, masa khulafaur rasyidin, hadis pada masa tabi’in, hadis pada masa tadwin hadis atau masa pengumpulan hadis serta sampai kepada masa seleksi dan penyempurnaan serta pengembangan system penyusunan kitab hadis.
Ilmu hadis mempunyai beberapa cabang yaitu sebagai berikut :
1.      Ilmu rijal al-hadis
2.      Ilmu al-jarh wa at-ta’dil
3.      Ilmu tarikh ar-ruwah
4.      Ilmu ‘ilal al-hadis
5.      Ilmu nasikh wa al-mansukh
6.      Ilmu asbab wurud al-hadis
7.      Ilmu garib al-hadis
8.      Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif
9.      Ilmu mukhtalif al-hadis



B.     Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh  karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan baik dari Dosen Mata Kuliah ini maupun dari Mahasiswa yang lain. Selain itu, kami harapkan kepada para pembaca agar bisa menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan yang tujuannya ingin memahami ulumul hadis, terutama yang berkaitan dengan pengertian hadis, cabang-cabang ilmu hadis, sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu hadis.





















DAFTAR PUSTAKA

L. Sulaemang. 2009.  Ulumul Hadis. Kendari : C.V. Shadra
Kuraedah, Siti. 2011.  Pendekatan Ulama Hadis Dalam Menelaah Hadits Kontroveroversional. Kendari : C.V. Shadra.
Suparta, Munzier. 2011. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
 



[1] Sulaemang L., Ulumul Hadis, ( Kendari : C.V. Shadra, 2009 ), Hal. 81-86.
[2] Siti Kuraedah, Pendekatan Ulama Hadis Dalam Menelaah Hadits Kontroveroversional, ( Kendari : C.V. Shadra 2011 ), Hal. 25-28.
[3] Muzzier Suparta, Ilmu Hadis, ( Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada, 2010 ), Hal. 72-73.